Pinjam Meminjam dalam Islam – Seperti yang sudah Anda ketahui, terdapat aturan pinjam meminjam dalam Islam, termasuk di dunia perbankan. Perbankan syariah sendiri tidak menggunakan sistem bunga untuk aktivitas perbankan nya. Hal ini dikarenakan bunga dianggap sebagai sebuah riba serta haram dalam agama Islam. Namun sebagai gantinya, perbankan dengan menggunakan prinsip syariah menerapkan sistem bagi hasil yang menurut Islam sah dilakukan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil sesuai dengan ekonomi Islam terdapat dua macam yakni bagi hasil, dimana pendapatan usaha dikurangi dengan biaya operasional agar bisa mendapatkan keuntungan bersih atau laba yang berdasarkan pada pendapatan usaha sebelum dikurangi oleh biaya operasional. Perbankan syariah melakukan perhitungan bagi hasil dengan menggunakan membagi keuntungan bersih dari investasi yang telah dijalankan.
Besaran keuntungan untuk pihak bank dan nasabah telah diputuskan ketika akad akan ditandatangani. Jadi, tidak akan ada kebingungan lagi ketika bisnis dijalankan. Dalam menjalankan aktivitasnya, perbankan syariah mempunyai tiga macam akad atau pun perjanjian untuk menuju pembagian keuntungan dengan nasabah.
Lantas, seperti apa pinjam meminjam dalam Islam di dunia perbankan ini? Pertama, Akad Mudharabah. Akad Mudharabah merupakan kerja sama antara bank dan nasabah. Nasabah akan memberi modal untuk usaha dan bank akan menjadi pihak penyelenggara atau yang melakukan usaha. Dalam Akad Mudharabah akan dijelaskan dengan rinci beberapa bagian keuntungan yanga akan di dapatkan oleh masing-masing pihak, termasuk pula perjanjian bila terjadi kerugian.
Baca Juga : Ini Dia Perbedaan Pinjam Meminjam Multiguna Syariah dan Konvensional
Biasanya kerugian yang dilakukan nasabah akan ditanggung nasabah, jika bank melakukan kesalahan akan menjadi tanggung jawab dari bank. jadi, dalam hal ini kedua pihak bisa dikatakan sama-sama enak. Akad ini sering dilakukan dengan bentuk deposito syariah. Bank akan menggunakan dan deposito untuk investasi usaha.
Kedua, Akad Musyarakah. Akad Musyarakah adalah perjanjian kerjasama di dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha. Entah bank atau pin pihak yang terlibat akan mengeluarkan modal dengan porsi sama serta akan menanggung resiko dengan bersama-sama, dalam cara kerja bank konvensional, akad ini masuk dalam kredit modal kerja. Perbedaannya di bank konvensional tidak rugi karena pinjaman harus dikembalikan dengan bunga, namun syariah masih mempunyai kemungkinan merugi saat kerja sama usaha tersebut gagal.
Baca Juga : Mengenal Lebih Mendalam Pengertian Unit Usaha Syariah
Ketiga, Akad Murabahah. Akad ini berdasarkan pada aktivitas jual beli barang dengan tambahan keuntungan bank syariah, namun sudah disepakati dua belah pihak, contohnya bank membeli rumah dengan harga Rp 300 juta dan akan menjualnya dengan harga Rp 350 juta, pada pembeli, baik bank dan pembeli akan setuju dengan tambahan keuntungan yang akan diperoleh bank sebesar Rp 350 juta. Nantinya pihak pembeli akan mencicil ke bank hingga tenor habis. Biasanya Akad Murabahah akan dilakukan untuk penggunaan KPR, tanah, kendaraan bermotor dan yang lainnya.
Sudah jelas bukan mengenai pinjam meminjam dalam Islam, terutama untuk perbankan syariah? Banyak yang beranggapan sistem bagi hasil yang dimiliki bank syariah akan riskan karena besarnya resiko yang harus ditanggung bank, belum lagi dengan adanya inflasi yang bisa menyebabkan perekonomian kadang kurang stabil.
Walaupun demikian, rata-rata bank syariah yang berdiri di Indonesia memberikan keuntungan yang cukup menguntungkan, hal ini dibuktikan dari semakin banyaknya bank syariah yang ada sekarang ini selain itu pangsa pasar dari perbankan syariah yang ad di Indonesia juga semakin besar walaupun belum sebesar bank konvensional, namun pasar ini akan terus menerus mengalami kenaikan setiap tahunnya.